A.
Landasan
Yuridis Perencanaan Pembelajaran
Proses
pembelajaran pada suatu satuan pendidikan harus memenuhi standar tertentu
sehingga harus direncanakan. Perangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi, bahan, dan strategi pembelajaran inilah yang biasa disebut kurikulum. Di
dalam pendidikan formal seperti di SD/MI, standar yang menjadi acuan dalam
merencanakan dan mengatur proses pembelajaran adalah visi, misi, dan tujuan
pendidikan yang ditetapkan dalam undang-undang tentang sistem pendidikan
nasional.
Visi pendidikan
nasional adalah :
Mewujudkan
sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk
memberdayakan semua warga negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang
berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu
berubah.
Misi pendidikan
nasional adalah:
1.
Mengupayakan perluasan dan pemerataan
kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.
Meningkatkan mutu pendidikan yang
memiliki daya saing di tingkat nasional, regional, dan internasional.
3.
meningkatkan relevansi pendidikan dengan
kebutuhan masyarakat dan tantangan global.
4.
Membantu dan memfasilitasi pengembangan
potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka
mewujudkan masyarakat belajar.
5.
Meningkatkan kesiapan masukan dan
kualitas proses pendidikan untuk
6.
Mengoptimalkan pembentukan kepribadian
yang bermoral meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan
sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap,
dan nilai berdasarkan standar yang bersifat nasional dan global; dan
7.
Mendorong peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Terkait dengan visi dan misi pendidikan
nasional tersebut di atas, perlu dilakukan berbagai hal sebagai bagian
reformasi pendidikan antara lain sebagai berikut.
1. Penyelenggaraan
pendidikan dinyatakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta
didik yang berlangsung sepanjang hayat, di mana dalam proses tersebut harus ada
pendidik yang memberikan keteladanan dan mampu membangun kemauan, serta
mengembangkan potensi dan kreativitas peserta didik. Prinsip tersebut
menyebabkan adanya pergeseran paradigma proses pendidikan, dari paradigma
pengajaran ke paradigma pembelajaran. Paradigma pengajaran yang lebih
menitikberatkan peran pendidik dalam mentransformasikan pengetahuan kepada
peserta didiknya bergeser pada paradigma pembelajaran yang memberikan peran
lebih banyak kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dan kreativitas
dirinya dalam rangka membentuk manusia yang memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, berakhlak mulia, berkepribadian, memiliki kecerdasan, memiliki
estetika, sehat jasmani dan rohani, serta keterampilan yang dibutuhkan bagi
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
2. Adanya
perubahan pandangan tentang peran manusia dari paradigma manusia sebagai
sumberdaya pembangunan, menjadi paradigma manusia sebagai subjek pembangunan
secara utuh.. Proses pendidikan harus mencakup:
1. Penumbuhkembangan
keimanan, ketakwaan.
2. Pengembangan
wawasan kebangsaan, kenegaraan, demokrasi, dan kepribadian.
3. Penguasaan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
4. Pengembangan,
penghayatan, apresiasi, dan ekspresi seni; serta
5. Pembentukan
manusia yang sehat jasmani dan rohani. Proses pembentukan manusia di atas pada
hakekatnya merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang
berlangsung sepanjang hayat.
3. Adanya
pandangan terhadap keberadaan peserta didik yang terintegrasi dengan lingkungan
sosial-kulturalnya dan pada gilirannya akan menumbuhkan individu sebagai
pribadi dan anggota masyarakat mandiri yang berbudaya
4. Dalam
rangka mewujudkan visi dan menjalankan misi pendidikan nasional, diperlukan
suatu acuan dasar (benchmark) oleh setiap penyelenggara dan satuan pendidikan,
yang antara lain meliputi kriteria dan kriteria minimal berbagai aspek yang
terkait dengan penyelenggaraan pendidikan. Dalam kaitan ini, kriteria dan
kriteria penyelenggaraan pendidikan dijadikan pedoman untuk mewujudkan:
1) Pendidikan
yang berisi muatan yang seimbang dan holistik.
2) Proses
pembelajaran yang demokratis, mendidik, memotivasi, mendorong kreativitas, dan
dialogis.
3) Hasil
pendidikan yang bermutu dan terukur.
4) Berkembangnya
profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan.
5) Tersedianya
sarana dan prasarana belajar yang memungkinkan berkembangnya potensi peserta
didik secara optimal.
6) Berkembangnya
pengelolaan pendidikan yang memberdayakan satuan pendidikan.
7) Terlaksananya
evaluasi, akreditasi dan sertifikasi yang berorientasi pada peningkatan mutu
pendidikan secara berkelanjutan.
Selain itu, standar nasional pendidikan
juga dimaksudkan sebagai perangkat untuk mendorong terwujudnya transparansi dan
akuntabilitas publik dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional. Sedangkan di dalam standar nasional
pendidikan ditetapkan sejumlah kriteria minimal tentang komponen pendidikan
yangmemungkinkan setiap jenjang dan jalur pendidikan untuk mengembangkan
pendidikan secara optimal sesuai dengan karakteristik dan kekhasan programnya.
Bab
II pasal 2 dan 3 UU Nomor 20 Tahun 2003 mengamanatkan Dasar, Fungsi dan Tujuan
Pendidikan Nasional sebagai berikut:
Pasal
2
Pendidikan
nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Pasal
3
Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Sesuai dengan dasar, fungsi dan tujuan
seperti diamanatkan di dalam Pasal 2 dan 3 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, dapat dikatakan bahwapendidikan nasional yang
bermutu hendaknya diarahkan untuk pengembangan potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Artinya, seluruh kegiatan pembelajaran yang
berlangsung di sekolah, mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai pada jenjang
pendidikan tinggi diarahkan untuk pencapaian tujuan pendidikan nasional
tersebut. Artinya, proses pembelajaran di sekolah tidak hanya ditujukan kepada
penguasaan materi mata pelajaran oleh peserta didik, melainkan secara
komprehensif ditujukan kepada keterbentukan peserta didik sebagai manusia yang
(a) beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (b) berakhlak mulia, (c)
sehat, (d) berilmu, (e) cakap, (e) kreatif, (f) mandiri, dan (g) warga negara
yang demokratis dan bertanggung jawab.
Slavin (1994:114-118) menjelaskan
sejumlah faktor yang mempengaruhi keragaman karakteristik individual peserta
didik antaralain dalam hal variasi kelas sosial, etnik, wilayah geografis,
agama, gender, dan kemampuan/ketidak-mampuan setiap peserta didik, maka rencana
dan pengaturan proses pembelajaran di sekolah perlu disesuaikan.. Hal ini
sesuai dengan hakikat kurikulum seperti dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Secara sosiologis dan antropologis,
peserta didik adalah individu yang merupakan bagian dari suatu kelompok
masyarakat. Tiap kelompok masyakarat memiliki karakteristik tertentu sebagai
konsekuensi nilai-nilai budaya yang berkembang dan dianut oleh setiap anggota
masyarakat bersangkutan. Hal ini perlu diperhatikan karena menurut penjelasan
Owens (1991:62) bahwa keragaman karakteristik identitas individual ini dapat
dibedakan dalam beberapa kelompok kerja sesuai peran dan status masing-masing.
Secara mikro, ada dua kelompok kerja utama di sekolah; di satu sisi ada
individu yang berperan sebagai pendidik atau guru (melakukan pekerjaan
mengajar), dan di sisi lain, ada individu yang berperan sebagai peserta didik
(melakukan pekerjaan belajar). Secara natural antara kedua kelompok kerja
tersebut terjadi interaksi atau transaksi sosial dan transaksi akademik
(intelektual). Lingkup interaksi atau transaksi individu di sekolah tidak dapat
dilepaskan dari karakteristik budaya masyarakat di sekitarnya.
Pada
prinsipnya pengembangan kurikulum merupakan perencanaan proses pembelajaran
pada suatu satuan pendidikan yang sesuai dengan standar tertentu yang telah
ditetapkan. Pengembangan kurikulum tersebut berisi rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, bahan, dan strategi pembelajaran yang diberlakukan pada
setiap satuan pendidikan. Di dalam pendidikan formal seperti di SD/MI, standar
yang menjadi acuan dalam mengembangkan kurikulum adalah tujuan pendidikan yang
ditetapkan dalam undang-undang tentang sistem pendidikan nasional.
Kurikulum
hendaknya dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi
sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggungjaab.
Ada pun prinsip – prinsip perkembangan
Kurikulum antara lain sebagai berikut :
a.
Prinsip beragam dan terpadu.
b.
Prinsip tanggap terhadap perkembangan
ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (ipteks). Prinsip relevan dengan kebutuhan
kehidupan.
c.
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan
melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi
pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan
kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan
keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan
akademik dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaannya.
d.
Prinsip menyeluruh dan berkesinambungan.
e.
Substansi kurikulum yang dikembangkan
harus mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata
pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antar semua
jenjang pendidikan.
f.
Prinsip belajar sepanjang hayat.
g.
Kurikulum diarahkan kepada proses
pengembangan pemberdayaan, dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung
sepanjang hayat. Prinsip seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan
daerah.
Secara operasional, pengembangan
kurikulum harus mengacu pada hal-hal sebagai berikut.
a. Peningkatan
iman dan takwa serta akhlak mulia. Keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia
menjadi dasar pembentukan kepribadian peserta didik secara utuh.
b. Peningkatan
potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan
peserta didik.
c. Keragaman
potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan.
d. Tuntutan
pengembangan daerah dan nasional.
e. Tuntutan
dunia kerja.
f. Perkembangan
ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (ipteks).
g. Agama.
h. Dinamika
perkembangan sosial.
i.
Persatuan nasional dan nilai-nilai
kebangsaan.
j.
Kondisi sosial budaya masyarakat
setempat. Kurikulum harus dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik
sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang kelestarian budaya. Penghayatan
dan apresiasi pada budaya setempat harus terlebih dahulu ditumbuhkan sebelum
mempelajari budaya dari daerah dan bangsa lain.
k. Kesetaraan
jender.
l.
Karakteristik satuan pendidikan.
Setiap mata pelajaran disusun deskripsi
dan silabusnya yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, pengalaman
belajar, materi pokok pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator,
penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar.
Penyusunan silabus mata pelajaran dengan
penjelasan sebagai berikut:
a.
lmiah, artinya keseluruhan materi dan
kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat dipertanggung
jawabkan secara keilmuan, terutama ilmu pendidikan dan pembelajaran.
b.
Relevan, artinya cakupan, kedalaman,
tingkat kesukaran, dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai dengan
tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spiritual
peserta didik.
c.
Sistematis, artinya komponen-komponen
silabus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi.
d.
Konsisten, artinya adanya hubungan yang
konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi pokok,
pengalaman belajar, sumber belajar, kegiatan pembelajaran, dan sistem
penilaian.
e.
Memadai, artinya cakupan indikator,
materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, kegiatan pembelajaran, dan
sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi belajar.
f.
Aktual dan Kontekstual, artinya cakupan
indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, kegiatan
pembelajaran, dan sistem penilaian meperhatikan perkembangan ilmu teknologi,
dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi.
g.
Fleksibel, artinya keseluruhan komponen
pribadi dapat mengakomodasi keragaman peserta didik, serta dinamika perubahan
yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat.
h.
Menyeluruh, artinya komponen silabus
mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif, afektif, psikomotor).
Di samping beberapa prinsip yang telah
dikemukakan di atas, berkaitan dengan teori belajar yang dikemukakan Skinner,
perlu pula diperhatikan beberapa prinsip yang perlu menjadi acuan dalam
perencanaan pembelajaran yang mendidik seperti dikemukakan berikut ini.
a.
Prinsip pengukuhan atau penguatan
(reinforcement).
b.
Prinsip penguat dan hukuman.
c.
Prinsip aversive control atau pengendali
perilaku yang sangat dibenci.
d.
Prinsip shaping atau pembentukan
perilaku kompleks.
e.
Prinsip jadwal penguatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar