Minggu, 22 Juni 2014

LANDASAN YURIDIS PERENCANAAN PEMBELAJARAN DAN PRINSIP PERENCANAAN PEMBELAJARAN

A.      Landasan Yuridis Perencanaan Pembelajaran
Proses pembelajaran pada suatu satuan pendidikan harus memenuhi standar tertentu sehingga harus direncanakan. Perangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, bahan, dan strategi pembelajaran inilah yang biasa disebut kurikulum. Di dalam pendidikan formal seperti di SD/MI, standar yang menjadi acuan dalam merencanakan dan mengatur proses pembelajaran adalah visi, misi, dan tujuan pendidikan yang ditetapkan dalam undang-undang tentang sistem pendidikan nasional.

Visi pendidikan nasional adalah :
Mewujudkan sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.



Misi pendidikan nasional adalah:
1.         Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.         Meningkatkan mutu pendidikan yang memiliki daya saing di tingkat nasional, regional, dan internasional.
3.         meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dan tantangan global.
4.         Membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar.
5.         Meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk
6.         Mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar yang bersifat nasional dan global; dan
7.         Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Terkait dengan visi dan misi pendidikan nasional tersebut di atas, perlu dilakukan berbagai hal sebagai bagian reformasi pendidikan antara lain sebagai berikut.
1.      Penyelenggaraan pendidikan dinyatakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat, di mana dalam proses tersebut harus ada pendidik yang memberikan keteladanan dan mampu membangun kemauan, serta mengembangkan potensi dan kreativitas peserta didik. Prinsip tersebut menyebabkan adanya pergeseran paradigma proses pendidikan, dari paradigma pengajaran ke paradigma pembelajaran. Paradigma pengajaran yang lebih menitikberatkan peran pendidik dalam mentransformasikan pengetahuan kepada peserta didiknya bergeser pada paradigma pembelajaran yang memberikan peran lebih banyak kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dan kreativitas dirinya dalam rangka membentuk manusia yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan, berakhlak mulia, berkepribadian, memiliki kecerdasan, memiliki estetika, sehat jasmani dan rohani, serta keterampilan yang dibutuhkan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

2.      Adanya perubahan pandangan tentang peran manusia dari paradigma manusia sebagai sumberdaya pembangunan, menjadi paradigma manusia sebagai subjek pembangunan secara utuh.. Proses pendidikan harus mencakup:
1.      Penumbuhkembangan keimanan, ketakwaan.
2.      Pengembangan wawasan kebangsaan, kenegaraan, demokrasi, dan kepribadian.
3.      Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
4.      Pengembangan, penghayatan, apresiasi, dan ekspresi seni; serta
5.      Pembentukan manusia yang sehat jasmani dan rohani. Proses pembentukan manusia di atas pada hakekatnya merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.

3.      Adanya pandangan terhadap keberadaan peserta didik yang terintegrasi dengan lingkungan sosial-kulturalnya dan pada gilirannya akan menumbuhkan individu sebagai pribadi dan anggota masyarakat mandiri yang berbudaya

4.      Dalam rangka mewujudkan visi dan menjalankan misi pendidikan nasional, diperlukan suatu acuan dasar (benchmark) oleh setiap penyelenggara dan satuan pendidikan, yang antara lain meliputi kriteria dan kriteria minimal berbagai aspek yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan. Dalam kaitan ini, kriteria dan kriteria penyelenggaraan pendidikan dijadikan pedoman untuk mewujudkan:
1)      Pendidikan yang berisi muatan yang seimbang dan holistik.
2)      Proses pembelajaran yang demokratis, mendidik, memotivasi, mendorong kreativitas, dan dialogis.
3)      Hasil pendidikan yang bermutu dan terukur.
4)      Berkembangnya profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan.
5)      Tersedianya sarana dan prasarana belajar yang memungkinkan berkembangnya potensi peserta didik secara optimal.
6)      Berkembangnya pengelolaan pendidikan yang memberdayakan satuan pendidikan.
7)      Terlaksananya evaluasi, akreditasi dan sertifikasi yang berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan secara berkelanjutan.
Selain itu, standar nasional pendidikan juga dimaksudkan sebagai perangkat untuk mendorong terwujudnya transparansi dan akuntabilitas publik dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional.  Sedangkan di dalam standar nasional pendidikan ditetapkan sejumlah kriteria minimal tentang komponen pendidikan yangmemungkinkan setiap jenjang dan jalur pendidikan untuk mengembangkan pendidikan secara optimal sesuai dengan karakteristik dan kekhasan programnya.
Bab II pasal 2 dan 3 UU Nomor 20 Tahun 2003 mengamanatkan Dasar, Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional sebagai berikut:
Pasal 2
Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 3
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Sesuai dengan dasar, fungsi dan tujuan seperti diamanatkan di dalam Pasal 2 dan 3 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dapat dikatakan bahwapendidikan nasional yang bermutu hendaknya diarahkan untuk pengembangan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Artinya, seluruh kegiatan pembelajaran yang berlangsung di sekolah, mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai pada jenjang pendidikan tinggi diarahkan untuk pencapaian tujuan pendidikan nasional tersebut. Artinya, proses pembelajaran di sekolah tidak hanya ditujukan kepada penguasaan materi mata pelajaran oleh peserta didik, melainkan secara komprehensif ditujukan kepada keterbentukan peserta didik sebagai manusia yang (a) beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (b) berakhlak mulia, (c) sehat, (d) berilmu, (e) cakap, (e) kreatif, (f) mandiri, dan (g) warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Slavin (1994:114-118) menjelaskan sejumlah faktor yang mempengaruhi keragaman karakteristik individual peserta didik antaralain dalam hal variasi kelas sosial, etnik, wilayah geografis, agama, gender, dan kemampuan/ketidak-mampuan setiap peserta didik, maka rencana dan pengaturan proses pembelajaran di sekolah perlu disesuaikan.. Hal ini sesuai dengan hakikat kurikulum seperti dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Secara sosiologis dan antropologis, peserta didik adalah individu yang merupakan bagian dari suatu kelompok masyarakat. Tiap kelompok masyakarat memiliki karakteristik tertentu sebagai konsekuensi nilai-nilai budaya yang berkembang dan dianut oleh setiap anggota masyarakat bersangkutan. Hal ini perlu diperhatikan karena menurut penjelasan Owens (1991:62) bahwa keragaman karakteristik identitas individual ini dapat dibedakan dalam beberapa kelompok kerja sesuai peran dan status masing-masing. Secara mikro, ada dua kelompok kerja utama di sekolah; di satu sisi ada individu yang berperan sebagai pendidik atau guru (melakukan pekerjaan mengajar), dan di sisi lain, ada individu yang berperan sebagai peserta didik (melakukan pekerjaan belajar). Secara natural antara kedua kelompok kerja tersebut terjadi interaksi atau transaksi sosial dan transaksi akademik (intelektual). Lingkup interaksi atau transaksi individu di sekolah tidak dapat dilepaskan dari karakteristik budaya masyarakat di sekitarnya.
B.       Prinsip Perencanaan Pembelajaran
Pada prinsipnya pengembangan kurikulum merupakan perencanaan proses pembelajaran pada suatu satuan pendidikan yang sesuai dengan standar tertentu yang telah ditetapkan. Pengembangan kurikulum tersebut berisi rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, bahan, dan strategi pembelajaran yang diberlakukan pada setiap satuan pendidikan. Di dalam pendidikan formal seperti di SD/MI, standar yang menjadi acuan dalam mengembangkan kurikulum adalah tujuan pendidikan yang ditetapkan dalam undang-undang tentang sistem pendidikan nasional.
Kurikulum hendaknya dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjaab.
Ada pun prinsip – prinsip perkembangan Kurikulum antara lain sebagai berikut :
a.         Prinsip beragam dan terpadu.
b.         Prinsip tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (ipteks). Prinsip relevan dengan kebutuhan kehidupan.
c.         Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaannya.
d.        Prinsip menyeluruh dan berkesinambungan.
e.         Substansi kurikulum yang dikembangkan harus mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antar semua jenjang pendidikan.
f.          Prinsip belajar sepanjang hayat.
g.         Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan pemberdayaan, dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Prinsip seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
Secara operasional, pengembangan kurikulum harus mengacu pada hal-hal sebagai berikut.
a.       Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia. Keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia menjadi dasar pembentukan kepribadian peserta didik secara utuh.
b.      Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik.
c.       Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan.
d.      Tuntutan pengembangan daerah dan nasional.
e.       Tuntutan dunia kerja.
f.       Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (ipteks).
g.      Agama.
h.      Dinamika perkembangan sosial.
i.        Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
j.        Kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Kurikulum harus dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang kelestarian budaya. Penghayatan dan apresiasi pada budaya setempat harus terlebih dahulu ditumbuhkan sebelum mempelajari budaya dari daerah dan bangsa lain.
k.      Kesetaraan jender.
l.        Karakteristik satuan pendidikan.

Setiap mata pelajaran disusun deskripsi dan silabusnya yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, pengalaman belajar, materi pokok pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar.
Penyusunan silabus mata pelajaran dengan penjelasan sebagai berikut:
a.         lmiah, artinya keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat dipertanggung jawabkan secara keilmuan, terutama ilmu pendidikan dan pembelajaran.
b.         Relevan, artinya cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran, dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spiritual peserta didik.
c.         Sistematis, artinya komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi.
d.        Konsisten, artinya adanya hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, kegiatan pembelajaran, dan sistem penilaian.
e.         Memadai, artinya cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, kegiatan pembelajaran, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi belajar.
f.           Aktual dan Kontekstual, artinya cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, kegiatan pembelajaran, dan sistem penilaian meperhatikan perkembangan ilmu teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi.
g.         Fleksibel, artinya keseluruhan komponen pribadi dapat mengakomodasi keragaman peserta didik, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat.
h.         Menyeluruh, artinya komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif, afektif, psikomotor).

Di samping beberapa prinsip yang telah dikemukakan di atas, berkaitan dengan teori belajar yang dikemukakan Skinner, perlu pula diperhatikan beberapa prinsip yang perlu menjadi acuan dalam perencanaan pembelajaran yang mendidik seperti dikemukakan berikut ini.
a.         Prinsip pengukuhan atau penguatan (reinforcement).
b.         Prinsip penguat dan hukuman.
c.         Prinsip aversive control atau pengendali perilaku yang sangat dibenci.
d.        Prinsip shaping atau pembentukan perilaku kompleks.

e.         Prinsip jadwal penguatan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar