Sholeh itu adalah….”
Saleh dalam
tinjauan kebahasaan merupakan kata serapan yang diadobsi dari bahasa Arab
“shalihun” yang berarti baik atau bagus. Ibnu Manzur menerangkan secara panjang
lebar tentang ma’na kata shalihun tersebut dalam mu’jamnya Lisanul Arabi. Dalam
perspektif agama Islam, saleh sering diterjemahkan sebagai suatu bentuk
ketaatan dalam menjalankan perintah agama.
Pengarang tafsir “Adhwaau al-Bayaan fii Idhoohi
al-Qur’an bi al-Qur’an” menjelaskan ada tiga kriteria sebuah amalan bisa dikategorikan
sebagai amalan saleh. Yaitu apabila amalan itu sesuai dengan apa yang diajarkan
oleh Nabi Muhammad SAW, dikerjakan niat ikhlas karena Allah, dan amalan
tersebut berlandaskan akidah yang benar.
Sosial itu adalah…
”Kata “sosial” digunakan untuk menunjukan sifat
dari makhluq yang bernama manusia. Sehinga munculah ungkapan “manusia
adalah makhluq sosial”. Unkapan ini berarti bahwa manusia harus hidup
berkelompok atau bermasyarakat.
Sholeh Pribadi
keshalehan individu, pada hakikatnya keadaan hati seseorang
yang ingin sekali berbuat ketaatan kepada Allah dan hubungannya vertikal kepada
Allah dengan cara menjalankan segala perintahnya dan menjauhi segala
larangannya dan hal itu sangat ia jaga sebagai bukti ketaatannya dan syukurnya
kepada Allah SWT.
1. Zuhud
Bersikap zuhud tidak berarti harus memfakirkan diri,
atau menjerumuskan diri kejurang kemiskinan, menghindari keramaian orang, tidak
bergaul dengan masyarakat dan sebagainya, melainkan justeru sebaliknya. Sikap
zuhud tidak menghalangi seseorang untuk menjadi kaya raya, berkecukupan dan
dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Namun kekayaannya tersebut tidak
membuatnya lupa diri dan melupakan Allah SWT., namun justeru semakin membuatnya
dekat dengan Allah sebagai khaliqnya.
Bersikap zuhud tidak berarti harus memfakirkan diri,
atau menjerumuskan diri kejurang kemiskinan, menghindari keramaian orang, tidak
bergaul dengan masyarakat dan sebagainya, melainkan justeru sebaliknya. Sikap
zuhud tidak menghalangi seseorang untuk menjadi kaya raya, berkecukupan dan
dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Namun kekayaannya tersebut tidak
membuatnya lupa diri dan melupakan Allah SWT., namun justeru semakin membuatnya
dekat dengan Allah sebagai khaliqnya.
2. Tawadhu
:“Dan hamba-hamba Tuhan yang Mahapengasih, (ialah)
orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati. Dan apabila
orang-orang jahil menyapa mereka ucapkan kata-kata yang baik”. (QS. Al-Furqan:
63)
Menurut ayat di atas, sifat pertama yang Allah SWT.,
sebutkan bagi hamba-hamba yang khusus, adalah sikap lembut, tenang, dan rendah
hati ketika mereka berjalan. Sebab, cara berjalan bisa jadi merupakan wujud
bathiniah seseoarng.
3.
Tawakal kepada Allah SWT.,
Ibnul Qayyim berkata : Tawakal adalah sebab yang
paling utama yang bisa mempertahankan seorang hamba ketika ia tak memiliki
kekuatan dari serangan makhluk Allah lainnya yang menindas serta memusuhinya,
tawakal adalah sarana yang paling ampuh untuk menghadapi keadaan seperti itu,
karena ia telah menjadikan Allah pelindungnya atau yang memberinya kecukupan,
maka barang siapa yang menjadikan Allah pelindungnya serta yang memberinya
kecukupan maka musuhnya itu tak akan bisa mendatangkan bahaya padanya. (Bada'i
Al-Fawa'id 2/268)
:“Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad,
maka bertawakal-lah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakal kepada-Nya.” (QS. Ali Imran: 159)
Sholeh Sosial..”
Sosial dalam bahasa Indonesia adalah kelompok orang
atau kemasyarakatan. Sedangkan dalam bahasa Arab disebut Majmu yagn artinya
kelompok atau orang yang berjumlah banyak.
Jadi, keshalehan sosial adalah seseorang atau
sekolompok orang yang memiliki pernagai dan kebiasaan baik yang membawa dampak
positif terhadap masyarakat yang ada disekitarnya.
C. Perbuatan-perbuatan yang Termasuk Keshalehan
Sosial
1. Ta’awun
Ta’awun artinya sikap saling tolong menolong,
Bantu-membantu dan bahu-membahu antara satu dengan yang lain. Ta’awun juga
dapat diartikan sebagai sikap kebersamaan dan rasa saling memiliki dan rasa
saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya, sehingga dapat mewujudkan
suatu pergaulan yang harmonis dan rukun.
1. Ta’awun
Ta’awun artinya sikap saling tolong menolong,
Bantu-membantu dan bahu-membahu antara satu dengan yang lain. Ta’awun juga
dapat diartikan sebagai sikap kebersamaan dan rasa saling memiliki dan rasa
saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya, sehingga dapat mewujudkan
suatu pergaulan yang harmonis dan rukun.
2.
Tasamuh
Tasamuh dapat diartikan sebagai sikap toleransi,
saling menghormati dan menghargai, tenggang rasa satu sama lain, sehingga dapat
membentuk suatu pergaulan yang akrab dan harmonis di masyarakat. Tasamuh juga
dapat diartikan sebagai sikap jiwa besar dan rendah hati dalam menerima suatu
perbedaan dan keragaman, yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari.
“Allah-lah
Tuhan kami dan Tuhan kamu, bagi kami amal-amal kami, dan bagi kamu amal-amal
kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara
kita, dan kepada Allah-lah (kita) kembali.” (QS. Asy-Syura’:15)
Tidak
dibenarkan bersikap toleran terhadap pemeluk agama lain.
“Katakanlah
(Muhammad): Hai orang-orang Kafir, aku tidak akan menyembah apa yan gkamu
sembah, dan begitu pula kamu tidak menyembah apa yang aku sembah.” (QS.
Al-Kafirun: 1-3)
3. Silaturrahim
Hak-hak sosial lain yang Islam wariskan dengan
penekanan kepada kaum muslimin ialah menciptakan hubungan dan bergaul secara
baik dengan sanak saudara dan famili, secara istilah disebut dengan
silaturrahmi
silaturrahmi, bahu membahu antar keluarga dalam
mengatasi problem dan kesulitan, bersama dalam duka dansuka adalah tugas kaum
Muslimdan hak-hak kekeluargaan
Rasulullah SAW., bersabda:
Artinya:”Tempulah jarak satu tahun dan sambunglah
tali kekeluargaan.”
Pentingnya Kesholehan Sosial
“Sahabat Anas bin Malik ra. menuturkan bahwa Nabi SAW
melakukan ibadah haji hanya satu kali saja dan umrah sebanyak empat kali.
Semuanya dilakukan pada bulan Dzulqa’dah, kecuali umrah yang bersama ibadah
haji”. Nabi lebih mengutamakan ibadah-ibadah sosial seperti jihad
fisabiilillah, menyantuni anak-anak yatim, serta menyantuni mahasiswa-mahasiswa
Shuffah. Jadi dapat disimpulkan bahwa nabi mendahulukan ibadah muta’addiyah
(sosial) daripada ibadah qashirah (individual). Terus akankah kita akan
melebihi Nabi dalam ibadah qashirah tersebut.?
Dalam
konteks lain KH. Sahal Mahfudz juga menjelaskan dalam Fiqh Sosialnya bahwa
sudah saatnya Umat Islam memprioritaskan pengentasan kemiskinan, pemberdayaan
pendidikan dan pelayanan kesehatan dengan kecamata fiqh. Bagi Kiai Sahal Fiqh
bukanlah konsep dogmatif-normatif, akan tetapi konsep aktif-progresif. Sehingga
fiqh (amalan keseharian seorang muslim) harus bersenyawa langsung dengan af’al
al-mukallifin (sikap dan prilaku), kondisi, dan sepak terjang orang-orang
muslim dalam semua aspek kehidupan, baik ibadah dalam artian ibadah qashirah
(individual) maupun muamalah dalam cakupan ibadah muta’addiyah (interaksi
sosial ekonomi). Semoga bermanfaat.
Di tulis Oleh: May Syahidah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar